Sabtu, 11 Oktober 2008

Beriman mendalam di tengah kemajemukan.

Dunia masa kini adalah suatu yang majemuk. Dimanapun manusia berada di atas bumi ini, ia pasti hidup dalam kemajemukan, dalam kebersamaan dengan saudara- saudara yang berbeda agama, yang berbeda suku, yang berbeda faham politik dan lain sebagainya. Dalam situasi kondisi semacam ini, membangun dan mengembangkan tolerasi dalam kehidupan beragama adalah suatu keniscayaan. Benar bahwa agama itu sendiri tidak dapat ditoleransikan, sebab agama menyangkut dogma, ritus, ajaran dan hukum-hukum tertentu. Namun Itu bukan berarti manusia tidak dapat hidup berdampingan dengan damai bersama mereka yang berkeyakinan lain. Justru dalam kebersamaan yang majemuk, yang plural itulah setiap orang beriman dipanggil pula untuk mengembangkan toleransi dalam hidup beragama.

Langkah positif untuk menempuh dan menapaki jalan-jalan tolerasni dalam bidang keagamaan adalah dengan dengan sutau dialog. Ketika saya masih kuliah teologi di Jogja saya justru cukup sering ikut diskusi atau pertemuan-pertemuan dengan teman-teman muslim di kampus IAIN sunan kalijaga. Tak jarang saya malahan diminta oleh teman-teman mahasiswa itu untuk memberikan renungan dalam bulan Ramadan. Bersama mereka saya banyak membuat kegiatan sosial dan membentuk komunitas dialog antar agama.Saya tidak mengalami kesulitan dalam berbagi pengalaman rohani bersama mereka. Justru bersama teman-teman yang berbeda-beda agama, suku dan sebagainya, kami mengalami pengalaman-pengalaman yang unik dan indah sebagai orang beriman. Bagi saya kuncinya adalah pengalaman dicintai dan mencintai Allah dan sesama.

Pengalaman itu menyakinkan saya bahwa dialog antar umat beragama dan antar iman bukan sekedar suatu cara hidup bersama dengan umat beragama lain, melainkan suatu bagian pokok dan penting dari pengalaman rohani, yaitu pengalaman dicintai Allah dan sesama yang mendorong seseorang untuk mencintai Allah pula melampaui segala hal dan mencintai sesma sperti diri sendiri.

Karena itu syarat utama dan pertama membangun sikap toleransi dengan dialog adalah pemahaman satu sama lain, justru karena perbedaan-perbedaan yang ada. Memahami persepsi atau cara memandang yang digunakan sesama orang berdeda keyakinan adalah syarat pertama mengembangkan tolerasni dengan dialog. Dalam kerangka pikir iman kristiani disebut dengan misteri inkarnasi. Allah hendak membangun tolerasi dengan manusia melalui dialog. Satu-satunya cara adalah dengan memahami cara hidup manusia, cara berbahasa manusia, cara manusia memandang hidupnya. Maka Allah menjadi manusia dalam diri Yesus yang disebut Kristus.

Penglaman ini dapat saya bandingkan dengan penglaman saya saat di kampung di jawa tengah sana dan ikut serta memberi makan kambing. Untuk menyapa kambing saya harus menggunakan bahasa kambing. Saya pasti akan ditertawakan anak kecil kalau saya menyapa dan memanggil kambing dengan berteriak “Kambing! Kambing! Sini dong! Dengan cara ini, saya tidak pernah menyapa kambng, dan kambingpun cuek kepada saya. Lain halnya kalau saya menyapa dan memanggil kambing dengan bahasa kambing di kampung saya itu, yaitu dengan mengatakan “mbeek.. mbeekk..! Dengan cara ini serta merta kambing akan memalingkan wajahnya kepada saya, mungkin mengira saya temannya atau sejenis dengannya. Saya dapat berteman dengan dia dan membelainya serta memberinya makan dengan tenang. Hal sama kitanya juga berlaku kalau kita mau menyapa ayam atau kucing atau lainnya. Untuk menyapa ayam kita harus menggunakan bahasa ayam, yakni berteriak Kur .. kur ..kur..! Untuk menyapa kucing kita harus sedikit berbicara lembut Pus.. pus… pus.. Dengan cara ini kucing atau ayam akan mendekat dan mengenali kita.

Cara yang sama juga ditempuh oleh Allah dalam memanggil dan menyapa manusia. Untuk menyapa dan memanggil manusia Allah menggunakan cara manusia, menggunakan bahasa manusia. Demikian pula dengan tolerasi melalui dialog. Langkah ini hanya akan berdaya guna jika antar umat manusia saling memahami bahasa satu sama lain! Dengan demikian sesama dipahami sebagai pribadi yang sama.

Dialog antar umat beragama akan berjalan baik kalau dialami sebagai hubungan antar personal, hubungan mendalam antar pribadi. Sapaan-sapaan yang peribadi membuat seseorang tidak mampu mengelak dan menghindari. Sapaan-sapaan pribadi memungkinkan siakan saling terbuka dan bekerja sama dalam segala hal. Sapaan-sapaan yang prbadi mengangkat martabat manusia sebagai manusia, bukan sebagai barang atau benda-benda yang tidak berharga.

Maka membangun, mengusahakan terciptanya dialog dan toleransi antar manusia tidak lain adalah mewujudkan penghayatan iman yang lebih mendalam. Sebab penghayatan iman yang mendalam menyangkut dimensi sikap, ungkapan, dan perwujudan, entah secara batin, sosial maupun relasional. Dalam tataran perwujudan iman inilah toleransi dan dialog dapat dibangun. Dan perwujudan iman adalah titik temu dan ajang membangun kerja sama dengan membina persaudaraan sejati yang paling konkret.
agungstd

1 komentar:

leoagunghasti mengatakan...

sampun kula waos mas.
internet rumah dereng terpasng

  Bunda Maria dan Santo Yusuf , doakanlah kami   Upaya Keuskupan Agung Jakarta (KAJ)     untuk menjadi Gerakan dan Persekutuan umat Alla...